26 August 2008

Oyi EP: Dengung

Labels:

"Haruskah seribu pasukan lebah ku kerahkan untuk membuatmu lenyap dari taman ini!!!
"Ini peraduanku!"
"Ini ladang lamunku, tempatku memilin mata sekali"
"Diamlah selagi kamu bisa!"
"Atau seruling ini menghardik keras dirimu!".

Oyi terdiam. Sembari memungut boneka kertasnya. Oyi melangkah pergi.

"Dasar orang gila..." Keluh Oyi.

"Apa kamu bilang!"


Lelaki muda itu terkesiap bangun dari rebahannya. Matanya melotot tertuju ke arah oyi berdiri.

Mencoba melarikan diri dari apa yang telah lepas dari mulutnya. Oyipun berusaha menyembunyikan wajah bersalahnya.

"Tidak aku tidak berkata apapun.." Gugup.

Oyi berlari menjauh ke arah gerbang taman. Lelaki muda itu kembali berbaring.

"Dasar lelaki gila, dia pikir dialah pemilik taman ini.. dasar orang gi..".

Mata Oyi terbelalak. Mulutnya menggigil. Kerongkongan kering. Hatinya berdegup keras. Pelan jemari Oyi menyentuh bibirnya. Diraba, kemudian turun ke leher. Drabanya pula.

Bola mata Oyi tak henti-hentinya berlari kekiri dan ke kanan. Mencoba menarik kembali apa yang sudah terjadi. Apa yang telah dilakukan oleh mulutku? Kenapa aku begitu marah dengan umpatan lelaki itu?

Jari telunjuk Oyi menyibak rambut yang tergerai menutupi telinganya. Oyi berusaha meyakinkan apa yang telah dia dengar.

"Hei kenapa kamu belum pergi juga!"

Teriak lelaki muda dari kejauhan.

"Apa kamu bilang!"

Teriak oyi dari ujung gerbang taman. Bangun dengan kesal, lelaki muda itu berkacak pinggang dan lantang menyambung amarahnya.

"Ku bilang kenapa kamu belum juga pergi dari tempatmu berdiri!".

Sembari membuka lebar telinganya.

"Apa kamu bilang!" Teriak.
"Ku bilang pergi kamu, pulang lah sebelum ku lempar serulingku ini!".

Sontak Oyi pun melompat girang. Tertawa selantang letupan hati. Menatap awan dan berputar merumitkan waktu.

"Aku dengar itu!" Teriak.
"aku dengar itu!".

Oyi tertawa dan berkali menyibakkan sisa rambut tergerai yang menutup telinganya.

"Aku dengar itu kataku, aku dengar!".

Dan setitik embun melinang dikelopak matanya. Meleleh jauh ke akar leher. Berkali-kali. Senang hati Oyi tak terluapkan hanya dengan puisi para pujangga perindu. ataupun putri-putri kayangan yang bahagia diselasar kerajaannya. Tidak juga gerai pipit yang berebut sepotong ulat mungil.

Tak tertandingi apa yang bergemuruh dalam hati Oyi, sebuah kebahagiaan yang tak mudah diluapkan. Keajaiban datang tanpa cela. sempurna layaknya ciptaan2Nya. Begitu adilnya langit, kepada kaumNya yang dibumi. memberinya apa yang seharusnya dinikmati.
Dan..

kosong.
Taman itu kosong.

Lelaki muda itu tak lagi berkacak pinggang seperti tadi dengan mukanya yang memerah marah. Bangku taman itu sepi tanpa penghuni. Dan Oyi berdiri jauh di ujung gerbang taman, bingung.

Suatu waktu yang berbeda. Disebuah kerumunan pusat perbelanjaan. Orang berjejal berebut akal. Berebut jengkal-jengkal kesempatan meraih sesuatu yang dibutuhkan. Berlalu-lalang. Meringsek dari sela kerumunan seorang gadis.

Tersenyum sekilas dari kerumunan yang berdesakkan. Matahari bernaung dari balik tembok-tembok kota. Hari mulai jatuh ke pelukkan malam. Sinar mentari satu persatu berbaur dengan kerlip lampu kota. Ada pengemis yang berlari dengan tangan terjuntai palsu. Pengamen berdendang merebut hati pelanggan perkotaan.

Disudut yang lain ada copet yang berhasil menyita hak seorang perempuan tua. Lari dan mati terlindas bis kota. Kerumunan tetap kerumunan. Tidak ada niat beralih dari perebutan kesempatan penghabisan gaji bulan ini. Disudut lain si lelaki pedagang rokok dan tisu bertukar bahasa keras dengan si perempuan paruh baya pekerja kebersihan kota. Yah, masih ada si kecil berempat bahkan dengan kain dekil, mencoba berbisnis belas kasihan.

Dan Oyi mencoba menulis kembali cerita tadi pagi. Cerita yang luar biasa. Pengakuan atas nama keajaiban. Entah itu perbuatan Tuhan atau mahkluk lain, yang pasti hari ini mulut ini tak lagi mati. Ada lafal-lafal kata yang harus diteriakkan, entah saat ini atau kah lain kesempatan waktu.

"AKU BISA TERIAKKKKKKKKKKK!!!"

Sekejap orang-orang yang berjubel, bergerak cepat, bertanding dengan waktu. Ribut dengan cuap kanan kira. Mengujar keagungan jagad konsumtif. Dan berbicara sebagai layaknya manusia. Terhenti. Bergerak lamban dan dengung yang kian membesar. Oyi tertawa senang.

"Dunia ini mendengarku, iya sudah waktunya, banyak yang aku ingin bicarakan. Entah sekarang atau lain kesempatan waktu."

Dan kerumunan itu kembali seperti sedia kala. Bergerak cepat. Tanpa batas. Sebuah lukisan menjelang malam. Kisah tentang keramaian sebuah perkotaan dan orang-orang yang betah bernafas didalamnya.

Oyi melangkah pergi.

Tak beberapa jengkal langkah. Dentum ketipung kampungan. Dan petikkan gitar. Berbaur dengan kocak penyanyi jalanan. Menautkan perhatian Oyi. Didekatinya serombongan pengamen itu. Dengan senyum lebar Oyi ikut berdendang. Sedikit tarian kecil dipinggul, mewarnai suka cita Oyi tentang cerita pagi tadi. Pengamen pun tersenyum.

Tiba-tiba runtunan lagu itu terpecah oleh teriak seorang perempuan paruh baya. Si pekerja kebersihan. Seoarang lelaki pedagang rokok tersungkur. Dan batok kepalanya berdarah terhujam kotak rokok yang biasa dipeluknya saat berdagang.

"Mampus! Dasar kelamin gak tau diri!"

Si lelaki paruh baya pedagang rokok bersimpuh, tersudut disalah satu pot taman kota. Tangan kirinya berusaha menahan kucuran darah yang kian deras dari luka robek itu. Dan tangan kanannya berusaha menepis hujaman bertubi-tubi si perempuan paruh baya pekerja kebersihan.

Orang-orang berhenti kemudian lari. ini bukan urusan mereka. Hanya dari mata orang-orang itu dipanjatkan doa semoga kota tempat mereka biasa bernafas tidak ditemukan lagi bangkai manusia tak bernama. Orang-orang itu tetap memutuskan berdalih ini bukan urusan mereka. Pergi dan masuk ke arus waktu yang menggiling mereka menjadi bagian-bagian sampah kemanusiaan.

Oyipun berlari mendekat. Rombongan pengamen menyusul. Sebagian orang ikut. Dan wajah si lelaki sekarang merah. Kumisnya terpotong oleh bibir yang robek menganga. Mungkin sebentar lagi si lelaki itu menemui ajalnya kalau seorang lelaki muda tidak melerai. Umpatan tak hentinya keluar dari mulut si perempuan paruh baya. Berkali-kali kutukan keluar. Sembari meruntun doa-doa pengumpat segala iblis di surga.

"Bajingan ku bunuh kamu!"

Dilempar sepatu kerjanya.

"Dasar kelamin tidak tau diuntung!!!"

Dipukulnya lagi dadanya.

"Aku tidak rela!!!"

Si perempuan paruh baya itu bersimpuh mengumbar air mata. Wajahnya dihempaskan ke jalan. Diusapnya pelataran itu dan meratapi nasib anak perempuannya yang di gagahi dan djual ke tengkulak kelamin. Bak seribu panah beracun terlontar ke udara dan menghujam relung hati. Oyi memilih melepaskan diri dari drama si perempuan paruh baya pekerja kebersihan kota. Keinginan untuk membantu, menolong si perempuan urung diniatkan.

Tak terasa buih-buih air meluncur dari kelopak mata. Membasahi semua yang semula kering dan kaku oleh canda hati. cerita pagi seakan buyar bubar sebegitu keinginan hati untuk berlari dari drama sore ini. Lantunan rombongan pengamen tidak lagi berdengung indah mengiringi keajaiban cerita pagi tadi. Luntur oleh rintih perih si perempuan separuh baya pekerja kebersihan kota.

"apakah itu yang ingin ku bicarakan dengan dunia? Padahal itu hanya aku jumpai hari ini"
"bagaimana dengan esok.."
"lusa dan seterusnya?"
"Adakah kejutan lain yang aku sendiri tak kuasa?" Gumam.
"Ataukah itu yang harus aku dengar saat pendengaranku terlahir kembali".
"Apa mungkin itu hanya sekilas saja, tidak lebih, tidak akan ada lagi, atau selamanya ada tanpa aku pinta?".
"Apa yang harus aku bicarakan kepadamu dunia, jika topik itu yang kamu berikan".

Oyi melangkah pergi. Disakukan kembali boneka kertasnya.

Awalnya aku hanya ingin bermimpi. Mimpi tanpa pamrih apapun. Hanya sekedar mimpi. Karena mimpi itu indah. Taman yang biasa tempat aku bermain adalah mimpi. Mimpi yang begitu nyata. Nyata ku temukan cerita-cerita pagiku sepulang sekolah. Dibangku ini goresan kuku jemariku masih jelas membekas. Pernah ku pinta untuk bisa teriaak dan mendengar. Tapi dengung yang ku dapat. Boneka kertas ini... sungguhpun kamu benda mati. Tapi hanya kamu yang bisa mengerti bahasaku.


Ibuku pernah bercerita. Begitu dahsyatnya aku dengan kekuranganku. Ya, walopun saat itu aku tidak terlalu mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Ibu. Tapi bisa aku baca dari matanya yang indah nan tulus itu. Sampai sekarang pun aku belum mengerti dengan kedahsyatan yang ibu pernah ceritakan kepadaku. Ku pikir itu hanya sekedar buaian sebelum aku bergegas tidur.


semacam dongeng gitu.

Tapi sejak aku biasakan melawan kecacatanku. Sedikit demi sedikit aku mampu memahami apa yang pernah ibu ceritakan.

Malam semakin ambruk. Cahaya mentari berganti lampu taman. Bayangan bangku taman memanjang mencoba meraih mekar bunga sedap malam. Oyi pun beranjak dari bangku taman.

Namun langkahnya terhenti.

"seruling ini.."

Toleh kanan dan kiri. Mencari lelaki itu. Sepi taman itu sepi. Tidak ada makhluk lain selain Oyi. Diletakkannya boneka kertas di bangku taman. Dan ditiup pelan seruling itu. Suaranya yang parau dan melodi yang sumbang menarik perhatian Oyi ketika menapaki menjauh dari bangku taman.

4 comments:

mbah sangkil said...

apik pol, disengat lebah

addiehf said...

owhh OYI semoga mimpimi dapat ber-reinkarnasi kembali :D

Andy MSE said...

untung wes tuku bodrex... ra krasa ngelune maca iki... :-D

Pipit Pito said...

apik mas =)

membayangkan kota yg biasanya rame, tiba2 di masa entah kapan jadi sepi

bahasanya keren, hanya tata penulisan saja.
entah apakah saya yg terlalu kaku dalam tata penulisan.
hehe... :p

kalo kalimat langsung pake tanda tanya (?) atau seru (!), gak usah dikasih titik (.) setelah tanda petik ("), misal: Oyi berteriak, "Aku bisa mendengar!!!"
atau "Aku bisa mendengar!!!" teriak Oyi.

kalo kalimat berita dalam kalimat langsung, titiknya di dalam tanda petik, misal: Oyi berkata, "Kasihan perempuan itu."
atau tanda koma di dlm tanda petik, misal: "Kasihan perempuan itu," kata Oyi.

hehe... ;p
hanya membagi pelajaran menulis waktu SD

Post a Comment

Jan-jan e ngene lho..

KHILAF ITU INDAH

Jangan pernah takut untuk menulis. Jangan pernah merasa tidak bebas menulis. Jangan pernah merasa tulisanmu itu tidak lebih baik dari tulisan siapapun. Jangan pernah dipenjara oleh ketidakmampuan. Jangan pernah merasa tulisanmu tidak layak. Dan jangan pernah berhenti untuk menulis lebih baik menurut ukuranmu.

Apapun aksara dan kata yang kamu toreh. Kamu telah menulis kalimat indah dalam hidupmu. Kelak menjadi cerita, dongeng atau mitos tentang keberadaanmu, karena kamu menulis.

PREKMATANE!

Tentang

My photo
Aku adalah seekor manusia. Dan Selalu ada saat yang tepat untuk menjadi Raja di Kerajaan sendiri. Senoaji

Lagi Pipis

Lagi Pipis
ANTRI DONG!!