02 April 2009

Molekul

"Tolong dong semut! Kalo kalian pingin! Ngomong ke aku yaa... aku yang menjajakannya saja enggan menyentuhnya. kenapa kalian satu box dicicipi..."

"Andai..."

***
Seperti biasanya, mendung koar-koar soal kedahsyatan menciptakan hujatan bagi para penggeliat nasib berkacak dendi. Seribu sumpah serapah meluncur bebas dari mulut seorang pengemis import. Dikutuknya, seorang mahasiswa yang berkitar dari satu mobil ke mobil yang lain, membawa kardus bekas, sebagai perpanjangan tangan berlabel solidaritas antar umat beragama.

Pengemis memasang muka garang. Minta dimengerti kemiskinannya yang disandiwarakan. Ternyata pembagian wilayah tidak tersepakati. "Sontoloyo!"

Gerutu pengemis dipojokan perempatan. Si Pengemis memang butuh duit. Untuk bayar tukang di rumahnya yang super gedong, sabtu ini. Pengemis pergi, menghempas kanji bertabur pewarna merah, yang dilumurkan disela jemari kakinya.

Mendung mengayomi mereka dengan keteduhan sementara. Karena tidak lama kemudian, hujan lebat memaksa umpatan-umpatan lain terbang ke angkasa.

Diselasar sebuah toko elektronik Tarmi berteduh. Bajunya basah, kutangnya becek dan celana dalam semakin risih untuk dipertahankan terlalu lama. Namun donut tak kian menipis. Belum saatnya pulang, masih ada separuh waktu lagi menjelang gelap, gumam Tarmi.

Sekarang ini anak sekolahan memilih penganan yang jelas barcodenya. Sehat diperut sehat di lidah. Tarmi maklum, bertingkah sehat itu pilihan. Tarmi juga punya anak. Pastinya tak jauh beda dalam memilih bertingkah sehat untuk mereka_anak-anaknya.

Beda saat pertama kali Tarmi memutuskan menjajakan donut produksi Pak Sotim. Waktu dimana makanan masih bicara jujur. Dan ketika bahan bakar tidak ikut berpolitik. Gula tidak mendebat persoalan ekonomi dan terigu tidak berunjuk rasa ketika diperkosa terigu kelas comberan.

Namun Tarmi tak memilih membuang waktunya untuk meyakinkan bahwa donut dagangannya itu bersih dan dijamin tidak bikin muntah ataupun diare. Walopun produk rumahan yang jauh kualitas bahannya dibanding pengganjal perut ala drive thru. Namun rasanya tak kalah aduhai. Mimpinya ingin meniru kesuksesannya tanpa mencontek kebenaran rasanya. Dan menyulap harganya, murah tanpa bandrol pajak 10%.

Satu dua racikan persoalan datang satu persatu. Tertib melambungkan pikiran Tarmi. Sebuah mimpi untuk menyelesaikan salah satu persoalannya. Semut.

"Kapan aku punya itu.."

Hujan kian menghantam muka aspal dengan bulir-bulirnya yang kian besar. Genangan dimana-mana. Mempersempit ruang gerak mahkluk padat lainnya. Manusia kian banyak yang meringsek, menepi mencari selamat sembari berdoa mengutuk sekutu para penggagas proyek prasarana umum.

Sekejap saja angin pun ikut campur. Membanting beberapa pohon. Memporakporandakan satu dua dan sepuluh pohonnya lainnya. Beberapa orang memilih mengalah mencari peneduh yang kokoh dan nyaman untuk pasang ancang-ancang mengelabuhi alam.

Beberapa orang menepi tak lama kemudian berjubel di selasar toko elektronik. Sekian menit hujan tak urung bersahabat. Selasar toko kian penuh, tak mampu lagi menahan para pencari teduhan.

Angin tidak mungkin melepas kejantanannya. Dilambaikan wajah-wajah makhluk padat yang lain. Dingin tercipta. Dan hujan seakan menjadi penjara. Orang-orang yang berteduh di toko elektronik, mulai bersekutu dengan penjual minuman untuk menghalau haus yang membuncar.

Seorang lelaki dengan perut menonjol lebar diujung buncitnya. Berteriak. Berteriak ke arah Tarmi.

"saya pak?!"
"iya kamu, sini!"

Tarmi mendekat.

"saya pak..."
"minta donutnya 2! Berapa?"
"2000 pak..."

Hujan lebat berduet dengan angin ribut memangkas keinginan orang-orang itu untuk menjajal kedahsyatannya. Belum juga menandakan untuk reda. Tak butuh lama. Orang-orang yang berteduh itu paham, perut mereka meronta. Lapar. Donut Tarmi seakan menjadi iblis grosiran yang turun dari langit membawa guna-guna penggoda perut-perut yang bersendawa lapar.

Tarmi tersenyum. Donut pun dijajakan.

***
Ditatapnya kulkas yang mejeng di etalase toko elektronik. Warnanya putih, model dua pintu. Sekilat kilau berlalu dari ujung gagang pintu kulkas. Sore selepas hujan, beberapa garis cerah mentari memantul di cermin etalase.

Hujan dan angin telah moksa dimakan kejenuhannya sendiri menggoda makhluk padat yang lain. Tarmi mendekat, diraba bayangan dirinya yang terpantul dicermin. Mencoba menyampaikkan kekaguman Tarmi kepada kulkas yang jauh mencemooh dibalik cermin tebal toko elektronik.

"Mungkin lain waktu, aku jemput kamu..."
"tapi setelah menghantar impian anak-anakku, kemanapun mereka mau"

***
Pagi dilain hari disatuan molekul waktu yang sama. Belum selesai Tarmi bercanda dengan kantung-kantung mimpinya. Ayam jantan keburu crewet, bertaut ribut dengan toa masjid musiman itu. Membangunkan Tarmi, memperkosa ke khusyukkannya membalasdendam kelakar nasibnya sebagai penjual donat kelas impres. Ditengoknya si Ragil masih pulas.

Sesekali Tarmi tersenyum geli, melihat bibir Si Dimas_anak kedua, melumat jempol kaki si Anggi kakaknya. Dikecup satu persatu kening ketiga anaknya, lembut. Dibenahinya kutang yang amburadul. Dikuncir rambutnya yang ikal kumal. Dan dibenahi niatnya untuk menyambut aturan-aturan nasib untuk pagi ini.

Donut, dagangannya masih satu box. Namun seratus kompi semut, berkerumun ditaburan coklatnya yang melembek. Berpesta pora lupa itu dagangan, bukan sedekahan untuk sesama mahkluk Tuhan pencari jatah rejeki musiman.

"Duuhhh kan udah aku bilang kalo pingin, ngomong.."

Pesan moral yang ingin disampaikan adalah: PINGINNYA SIH ADA! Emang harus tulisan bermoral??? (mohon petunjuknya) WAKAKKAKAKAKAKAK!!!

58 comments:

Unknown said...

Semut ini tidak tahu diri, sudah tahu itu bukan coklat sedekah kok yaa diembat sajaa...
namanya juga semut..... , emang kalau disimpan di kulkas sih nggak disemutin, tapi donatnya kan jadi nggak enaakk...

Unknown said...

Barang-barang yang dipajang di etalase membuat orang untuk bermimpi memilikinya, sementara bagi sebagian orang barang tersebut tidak lagi menjadi mimpi...

Septian said...

Wah, berbakat bikin novel nih...lagi mikirin pesan moralnya nih...wekekek.

rayearth2601 said...

woalah mut semut....
ngopi sek yuk mut

suwung said...

aku pengen koment

Laisya said...

Mau donk donat-nya ... Blm sarapan nih, laper hehehe....

Diary Pink said...

semut-semut nakal... jadi inget lagunya Enno Lerian hehehe...

Lyla said...

wah.... coklat di donat itu sisa semut.... huuaaa... coklatnya udah dikecup sama semut-semut nakal wakakaka...

dafhy said...

di mana ada gula di situ ada semut
pesan moralnya apa om?

sibaho said...

nanti balik lagi baca dengan seksama.... karena sekarang lagi bw dalam tempo sesingkat-singkatnya :D

nanggroe said...

cerita yang bagus.... hehehehhehe

galuharya said...

wah bagus nih cerpen fiksine

kayaknya pesen moralnya :

jangan lah jadi semut yang tak tau diri itu

hehehehehe

umi rina said...

Wah, Kang Seno kalo nulis selalu bahasanya tingkat tinggi, maknanya tentu saja daleeem banget...*two thumbsup*

Terkadang kita tidak perlu melihat apa yang dipamerkan di etalase itu, kalaupun terlihat, cukuplah tersenyum dan rangkullah apa yang terjangkau uluran tangan...:)

SunDhe said...

T_T dah koneksi lelet.. mata sakit lagi >,<
kacamata pecah pulak >,<
sempurna penderitaanku ga bs baca lebih lama >,<

DavidMIqbal said...

ha...ha...ceritanya bagus...ada2 aja

Ajeng said...

Ada gula ada semut mas,tapi kayaknya sekarang gak ada gulapun semutnya ada ya? :)

Unknown said...

Donut 2000 dapet 2 aku tawar ya..
Gimana kalo 5000 dapet 5?
he..he sama aja ya?

Pesan Moral : Jangan jadi semut, jadilah itik saja lebih keren!!

Farah Nur Anggraini said...

pesan moralnya inih mas, aq bantuin yah..
"kalo Pengen Ngomong.."
hihihihihihi v(^o^)v

gajah_pesing said...

tarmi penjaja donut yang sungguh tak kenal menyerah hanya karena sebuah modernitas... tetap berjuang tarmi...

*pesan moral : tarmi tinggal dimana?*

Anonymous said...

"Seorang lelaki dengan perut menonjol lebar diujung buncitnya. Berteriak. Berteriak ke arah Tarmi."

Ini kunci cerita sesungguhnya...

Yang nampak hanya sebagai figuran tapi dialah penulis cerita ini...

Wkwkwkwkwkwk... Crrreeettttt... Cruuuiiing...

Anonymous said...

kalau laper ya makan, gitu to pesennya

ami said...

sik sik, iku gambarmu toh, ide bagus tuh ilustrasi bikin sendiri

Xitalho said...

Gambare Tarmi gak patek jelas yaa..... Salam aja mas.. kalo ketemu lagi sama Tarmi.

mocca_chi said...

Kehidupan rakyat kecil, hmmm... emnarik sekali. sebuah elegi kehidupan nyata, walaupun kita susah melihatnya, tapi yang begitu selalua da selama ada ornag kaya.

hiii
bahasa tulisannya dah bahasa koran tulen. baguss

mommy adit said...

moral of the story? banyak orang harus berusaha lebih keras dari kita untuk menghidupi keluarganya. Bersyukurlah (kita)!!

Unknown said...

seno senengnya ama semuuttt....
postingan lalu2 jg semuat wae :p

kpn ktemu si Tarmi..mo beli donat dong, gile murah bener...disini mana ada yg segitu harganyah!!

rco said...

Pesan moralnya a da laaaaaaaah........
Ayo jadi semut..........

IjoPunkJUtee said...

Tarmi dengan sejuta mimpi, memendam dengan sejuta angan anaknya kan "mapan"

Aku sering jengkel melihat pengemis kamuflase, menjual iba atas penderitaan palsu made in dewe, masa produktif di pake untuk ngibul....

annosmile said...

mampir bro
baca dulu

Pipit Pito said...

mikir...

Atca said...

walahh..semut memang ngga nakal..dagangan jg diembat..

Unknown said...

kdg2 pengemis lebih galak daripada yg dingemisin. ha ha ha....jadi suka sebel ya. wong minta, galakan dia.

mantan kyai said...

dasar tak bermoral!!!! tapi asli tulisanmu apik tenan lho kang... tukeran link yuuuk!!!!

bhuahahahahahahahahahahahahahahahaha

namaku wendy said...

hoaladalah mending donutnya wat aku aja sini, lagi laperrr wis blukutuk-blukutuk molekul dlm perut beraksi kelaperan

thegands said...

jadi ingat dunkin donut... duh... asik neh makan donat pulang kantor. hehehehe

anonym plasu said...

ra mudeng aku, pingin apa thoo sobb?

donat???lah aku ndak punya donat jeee, paling punyanya...ehemmm...ehmmm...

mau balik nyangkul dulu sambil cari pindahan ;)

dwina said...

cerita yang bagus mas. salut ama perjuangan si tarmi.. BTW, kalo mo ngomong ama semut, pake bahasa semut biar semutnya pada ngarti..heheh

Edhi Heriyaman said...

pesan moral yang aku tangkep sih, dimana ada gula disitu ada semut..hehehe, bener ga sih

sibaho said...

balik lagi... :)

asli mas, baru kali ini saya bisa mengerti tulisan sampeyan dengan sekali baca dan: keren abis! ajarin dong ;)

Ike said...

kenapa harus banyak kata 'memperkosa' ??
jadi gimanaaaa gtuu..
tapi bagus kok :)

Anonymous said...

Bener deh
Dimana ada yg manis2
Di situ ada semut

Nah di blog ini ja ada semut :)

Daiichi said...

Sumpah Ceritanya KEREN...!
GA BOONG!!
Sebuah kritik yang menggelitik nurani, tanpa menimbulkan konflik..

Anonymous said...

nggak, nggak papa. nulis ga mesti harus ada pesan moral koq (=

novi said...

sedang mencari pesan moralnya ... (thinking)

tp ini cerpen banget, saya sampe kesulitan nyerep. pasti terlalu dalam muatannya. sedalam yang dimuat di jawapos tiap minggu.

Fei said...

deket apartemen gue ada yang jual donut kampung pinggir jalan, gue suka yang tanpa toping ini itu diatasnya, cukup dengan taburan gula halus sedikit, rasanya mak nyuss, gak kalah sama J.co dan dunkin donuts yang kelewat mahal

Nyante Aza Lae said...

knapa tuh kutang si Tarmi amburadul?
sapa yg ngacak2?
he..hehhh

Unknown said...

kalau tidak salah, dan semoga salah....didunia ini ada hal-hal yang besar dan hal-hal yang kecil. Begitupula yang besar dan yang kecil tak lebih sekedar molekul hanya saja dalam perjalanannya kadang tak seimbang dan itu harus di maklumi..untuk sekedar penabah diri..

Elsa said...

pagi pagi... belom sarapan. aku lapaaaar...
jadi pingin donat, setelah baca postingan ini.

Anonymous said...

Wahh.. Kasian Tarmi donutnya dimakan semut.
Tapi harganya bisa lebih mahal lho, kalo biasanya 200 dapat dua sekarang bisa 3000 dapat 2, karena dapat bonus semut heheheh..

Penny said...

semut...semut nakal, saya mau tanya... dst..
jadi ingat lagu anak2 jaman dulu...
bahasanya agak tingkat tinggi nih kang Seno, perlu extra tenaga berpikir utk menyerap makna cerita ini

catatan kecil ifat said...

bukan semut dnk maz..klo gk smuanya di cicipi..heheh..kan semutnya banyak

suryowidiyanto said...

fantastis, bombastis, fenomenal, mutakhir, aktual, luarrr biasa...

the beauty of riau said...

seharusnya tarmi cs atau tarmi dkk mendapat perlindungan dari negara,,,sungguh malang nasibmu tarmi

abang said...

Kenapa semut itu kalo ketemu berhenti sebentar trs berjalan lagi yach?apa yang mereka katakan? hayoooo hue he

Anonymous said...

saya pesan: moral, 2 box, ora nganggo semut...

marsudiyanto said...

Bahasa Sastranya membuat saya harus baca berulang2, berkali2 & berulangkali

Cipzto said...

pesan moralnya.. jadi semut bisa makan gratis? :)

suryaden said...

hah..belom sampe beli kulkas to...

Post a Comment

Jan-jan e ngene lho..

KHILAF ITU INDAH

Jangan pernah takut untuk menulis. Jangan pernah merasa tidak bebas menulis. Jangan pernah merasa tulisanmu itu tidak lebih baik dari tulisan siapapun. Jangan pernah dipenjara oleh ketidakmampuan. Jangan pernah merasa tulisanmu tidak layak. Dan jangan pernah berhenti untuk menulis lebih baik menurut ukuranmu.

Apapun aksara dan kata yang kamu toreh. Kamu telah menulis kalimat indah dalam hidupmu. Kelak menjadi cerita, dongeng atau mitos tentang keberadaanmu, karena kamu menulis.

PREKMATANE!

Tentang

My photo
Aku adalah seekor manusia. Dan Selalu ada saat yang tepat untuk menjadi Raja di Kerajaan sendiri. Senoaji

Lagi Pipis

Lagi Pipis
ANTRI DONG!!