30 May 2011

Remuk

Kumal, lusuh tak beraturan dan jauh dari bau semrebak minyak wangi, kecuali bangkai cicak yang entah terselip disela bajunya. Celana hitam dekil, compang camping. Pinggulnya yang kurus kering tak mampu lagi menahan celana yang melorot sebelah. Dan ups! Kelaminnya pun nyaris kelihatan.

Rambul, gimbal kotoran dan kencingnya sendiri. Berikat kepala tali kutang, entah dari jemuran yang mana. Wajah kuyu berdaki tebal, kumis melebat, jenggot tak terawat dan koreng dipelepisnya yang tak mengering.


Beralas kaki plastik kresek rusak warna merah yang diikatkan sebatas mata kakinya. Sesekali berjingkat, panas karena terik matahari yang menyapa lapisan kulit luar kakinya yang pecah-pecah. Lalat memang suka kondisi itu, berterbangan memutar, menyimak dan membaca peluang untuk berbagi bakteri. Hinggap di tumitnya. Geli, digaruknya tumit itu dengan kakinya.

Sebatang rokok kretek terselip diantara jari telunjuk dan jari tengah. Berjingkat, tercekat karena kukunya yang hitam terbakar bara rokok. Dilempar jauh.

Kerut keriput kantung matanya dan dahi yang mengerut tajam. Memicingkan mata dengan tatapan paling kosong sedunia. Tapi terarah dan tertuju. Seperti mengutarakan sebuah maksud. Seperti berujar sebuah kata tentang masa lamapu yang pernah menjadi bagian dari hidupnya.

"keretaku datang! Kereta ku datang!"

Lelaki itu berlari mengejar salah satu gerbong kereta. Penumpang berhamburan keluar. Satu persatu dilihat dengan serius sekali oleh lelaki itu. Penumpang pun risih dan menjauh sebaik mungkin.

Sampai gerbong itu tak ada lagi penumpang. Sepi, kosong. Lelaki itu masih berdiri didepan pintu keluar gerbong. Sesekali melongok ke dalam untuk memastikan, masih kah ada penumpang yang belum keluar.

"Anak istriku?! Anak istriku?! Dimana mereka?? ANAK ISTRIKU!!"

Lelaki itu meronta, menghamtamkan kepalan tangannya ke besi gerbong itu. Berkali-kali, berkali-kali dan berkali-kali. Petugas sigap mengamankan lelaki itu dan menyeretnya ke luar dari lingkungan stasiun.

Salah satu petugas memungut tas kresek lelaki itu. Kemudian melemparnya ke tong sampah. Isinya berhamburan. Tergeletak lusuh foto seorang lelaki berpose bersama anak dan istrinya. Dan selembar koran mewartakan kecelakaan kereta api yang merenggut puluhan nyawa.

9 comments:

soewoeng said...

itu cerita tentang diri sendiri ya mas?

DM said...

Aku kok dadi nyesek mocone...

Elsa said...

sakno
mesakke
kasihan.....

Abu Kila said...

penggambaran yg teliti dan terperinci, sedikit dramatis dengan ending yg dramatis pula.

joe said...

selamat siang bro, lama tak mampir di sini nih

Anonymous said...

p cabart kawan
semangatttttt
salam

Yudi Darmawan said...

hmm, ada award lho buat mas, silahkan diambil

http://insideyudie.blogspot.com/2011/06/1st-anniversary-chronologist_21.html

suryaden said...

ambyar

anazkia said...

Potret sebuah negeri

Post a Comment

Jan-jan e ngene lho..

KHILAF ITU INDAH

Jangan pernah takut untuk menulis. Jangan pernah merasa tidak bebas menulis. Jangan pernah merasa tulisanmu itu tidak lebih baik dari tulisan siapapun. Jangan pernah dipenjara oleh ketidakmampuan. Jangan pernah merasa tulisanmu tidak layak. Dan jangan pernah berhenti untuk menulis lebih baik menurut ukuranmu.

Apapun aksara dan kata yang kamu toreh. Kamu telah menulis kalimat indah dalam hidupmu. Kelak menjadi cerita, dongeng atau mitos tentang keberadaanmu, karena kamu menulis.

PREKMATANE!

Tentang

My photo
Aku adalah seekor manusia. Dan Selalu ada saat yang tepat untuk menjadi Raja di Kerajaan sendiri. Senoaji

Lagi Pipis

Lagi Pipis
ANTRI DONG!!