Jemari Tuhan sepertinya semakin terampil memainkan temali nasib boneka-bonekanya. Dengan gerakan tak beraturan. Tidak terpaku pada nada kehidupan dengan chordnya yang kian menjauh dari sumbang. Merdu seperti seruling bambu musik dangdut kelas kampungan. Dan mendayu tak ubahnya musik melayu republik ini yang sesak oleh cinta dan kisah mati bunuh diri.
Untung saja perputaran bumi menempatkan rangkaian waktu ternyaman yang disebut sore hari. Dimana polah menepiskan sedekah. Lelah adalah mesin otomatis yang mengatur alur tubuh ketika tertatih diladang pertempuran nasib.
Home » Posts filed under jejak mungil
28 March 2012
Yang Tercinta
23 May 2010
7 lebih 35 menit pagi
Tubuh gembul, kulit hitam dengan muka kusut dan rambut yang terkondisikan acak-acakan. Seorang bapak datang ke meja ku lalu duduk tanpa menunggu ku persilakan. Matanya tak segera diam mencoba berkompromi dengan otak dan mencari-cari kata tersusun dalam kalimat yang tepat untuk mengutarakan niatnya datang kepadaku.
!0 menit berlalu. Sekarang lidahku pun ikut kelu. Mataku juga tertular penyakit bingung berkompromi dengan otak untuk sebuah kata penutup percakapan kami. Sebatang rokok sebagai penyelamat keadaan itu. Sisa asap yang sarinya sudah tertelan paru-paru, ku lempar keluar sembari melepas nafas panjang.
10 April 2010
Markus Hati
Dulu saya pernah tobat kalo urusan mencicili tipi dengan tayangan yang bikin njebluk utek dan mata saya. Sempat berniat puasa seumur hidup dan nglepeh tayangan tipi yang bermuatan warta negeri Indonesia. Tapi ternyata eh ternyata niatan itu pupus sudah, ketika tipi menjejali aliran udara pagi dengan warta-warta yang bikin pilek utek dan meriang dipersendian kelamin dan stroke hati sebelah kiri.
19 January 2010
Aku Cinta Padamu
Lihat kesini saat aku hatiku menggelinjang saat kamu benturkan dengan senyummu. Jangan! Jangan kamu berpaling saat hatiku pecah, ketika kamu kampak dengan binar matamu. Ku bilang jangan singkarkan wajahmu, kamu tidak lihat hatiku membangkai dan berbelatung, saat kamu putuskan urat nadinya dengan sapaanmu?
Apa tidak cukup aku berteriak untukmu segera menghentikan langkah pergimu dariku. Kamu tidak lihat mataku bernanah darah saat kamu tusukkan sebatang kedipan mata! Dan sudikah kamu tidak menjerembabkanku dalam lubang kebinalan nafsu saat hormon-hormon ini membuncah ingin lepas dari kantung-kantungnya, saat kamu sibakkan rambutmu yang harum! Jangan biarkan aku tersiksa seperti ini, akhiri dan cerabut nyawaku seketika, dengan kata-kata manismu, maukan?
Mbiyahmu Ngetril! Dengkulmu sarap! Irungmu cupet! Jempolmu njebluk! wulu kelekmu kriting! Lambemu ambrol! Bathukmu sirkus! Raimu seronok! Emoh aku!
18 December 2009
Jejak Mungil
Sejak saat itu aku hanya bisa menyanjung wangi pipimu. Harum bau mulutmu. Dan nikmat dengus kentutmu. Kamu ngompol sembarangan pun, aku ikhlas. Kamu eek sembaranganmu pun aku siap membasuh pantatmu.
Lalu membalutmu dengan kain mungil yang harum dan bersih. Bahkan di tengah malam, kamu teriak-teriak kelaparan pun, aku sambut dengan kidung senyum mencoba menenangkanmu. Sungguhpun rewelmu begitu lebai, tapi aku suka. Dan aku bahagia dengan segala kemanjaanmu.
9 Desember 2009
Pak dokter bilang jantungmu melemah. Tidak seperti kebanyakkan. 2 Jam mukaku diguyur tanda tanya. Dan di kapyuk kekhawatiran yang tiada tara. 2 jam lebih belum juga ada secercah ucapan dari suster-suster bahenol itu. Yang menyatakan status kehidupanmu. Ini lah yang dinamakan pucat pasi. Hati mawut, ambyar tak berkeping. Gundah gulana silih berganti mencubiti otak untuk tetap tersadar pada logika, bahwa kamu akan baik-baik saja.
Akhirnya...
Keputusan untuk mengeluarkanmu 2 minggu lebih awal dari jatah waktu yang diperhitungkan. Aku teken dengan harap-harap cemas. Terakhir perkembangan jantungmu tidak normal jua. Ku paraf keyakinanku dengan doa yang ku curi dari orang-orang suci sejagad.
23.30 9 Desember 2009 malam waktu Jogja bagian Sleman. Tangismu terdengar merdu. Mendupak mukaku yang terlanjur kaku oleh darah yang berhenti dipangkal leher. Sebentar ku lemaskan tulang-tulang penyangga senyum dan mataku. Untuk bisa membuka mulut dan tersenyum lebar atas kelegaan yang aduhai itu.
Kembali raung tangismu, memaksaku terkesiap, ingin segera menginterview suster-suster bahenol itu, tentang kondisimu. Mereka tak juga keluar dari ruang itu. Lalu sampai kapan mukaku harus rela dimutilasi kondisi harap-harap cemas ini?
Kamu sehat... Kamu baik-baik saja... Dan kamu laki-laki. Dan pada Kamu Wahai Bos segala hidup, haturku terimakasih untuk kepercayaannya... Terimakasih akan aku rawat, aku besarkan dan aku jamin kebahagiaan serta kecukupan yang diperlukan untuk bisa membuatnya kuat, sehat, bijaksana serta tulus dalam langkah pendewasaan dan meluluhlantahkan setiap aral yang melintang untuk menjadikan dirinya terbaik. Amin
KHILAF ITU INDAH
Apapun aksara dan kata yang kamu toreh. Kamu telah menulis kalimat indah dalam hidupmu. Kelak menjadi cerita, dongeng atau mitos tentang keberadaanmu, karena kamu menulis.
PREKMATANE!
Tentang

- Senoaji
- Aku adalah seekor manusia. Dan Selalu ada saat yang tepat untuk menjadi Raja di Kerajaan sendiri. Senoaji