Hmmm..

Ini bukan perjalanan spiritual atau perjalanan meningkatkan level menjadi seorang sufi kelas kakap. Tapi ini hanyalah perjalanan atas nama keranjingan, kecanduan durian. 

Seorang kawan ribut pingin memamah durian sebelum durian musnah dari muka bumi (baca: sebelum habis musim). Berkali-kali pesan singkat bercokol di hape. Yang sebagian besar isinya sama, "Dan duren adalah kudu" Dan setelah sms ke lima, benteng keimanan saya pun luluh lantak. Karena kecanduan yang bersifat penetrasi keyakinan itu meresahkan saya. Seperti ibadah yang syariah.

Berkelanalah kita ke barat. Sembari berwisata menikmati sesak nafas dibekap asap. Piknik melotot karena panik oleh kibasan cerdik roda-roda gigantik. Tak lebih dari 2 jam, kitapun memutuskan berhenti. Heran hati kita masih suka ngrasani, atas nama kemanusiaan kita berhenti disalah satu lapak penjual durian yang hanya bergelaran tikar dipinggir jalan.
Tua renta bapak penjual durian. Berkata duriannya durian terbaik, pemberian Tuhan. Kata hatiku, Tuhan gak ikut campur untuk urusan durian. Pohon durian lah yang megap-megap memberikan kepretan sari-sarinya yang menjadi buah. Ahh untung pohon durian tidak bersperma tidak membuahi dan binal sehingga muncul anak pinaknya yang nikmat diblow atau hand job, tak mungkin aku makan durian itu.

Kawan pun manawar, tapi terhalang ucapan si bapak tua renta penjual durian. Jangan kau tawar katanya, bayarlah sesukamu. Karena durian ini pemberian Tuhan, tak sepantasnyalah saya menarik harga istimewa. Saya gelar karena saya dipercaya menyebarkan nikmatnya. Alangkah teganya saya menarik harga yang bukan keluar dari tubuh saya. Dan kata hatiku modarlah umat manusia seketika, jika semua orang berpikiran seperti si bapak tua renta penjual durian.

Dan diakhir cerita, kita membayar atas nama nikmat yang Tuhan berikan melalui durian. Lumayanlah 2 lembar ratusan ribu.  

Ahh andai surga juga bisa dirupiahkan..